Minggu, 24 Maret 2019

ultah dosen MPK


Ultah pengampu
Ulang Tahun Dosen Pengampu Metode Penelitian Kualitatif

SUMARNI BAYU ANITA, S.Sos, M.A, lahir di Prabumulih 8 Maret 1984. Ia besar dan kini tinggal di Palembang. Kuliah tamatan D3 PR UGM, S1 Ilmu Komunikasi UNS, dan S2 Kajian Budaya dan Media UGM. Kini, menjadi dosen di STISIPOL Candradimuka.


Tepat 8 Maret 2019 lalu, dosen yang sering disapa 'bunita' oleh seluruh mahasiswa/i nya  ini berulang tahun yang ke 35 tahun .  Tentunya ibu dari si cantik bernama "Aruni shafaqurniawan" tersebut di banjiri ucapan selamat dan do'a segala harapan yang terbaik. 

Sabtu, 23 Maret 2019

prodi s2 stisipol candradimuka


Prodi S2 Magister Ilmu Komunikasi di buka di kampus Orange STISIPOL Candradimuka

 Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (Stisipol) Candradimuka Palembang yang berlokasi di jalan Swadaya Sekip ujung Palembang ,tahun ini  membuka Program Pasca Sarjana S2 atau PPS bidang ilmu komunikasi. Program yang akan membuka angkatan pertama ini juga telah menerima Surat Keputusan Pendirian S2 Ilmu Komunikasi di Stisipol Candradimuka yang diserahkan langsung oleh Kepala LLDIKTI Wilayah II Prof. Dr. Slamet Widodo, M.S., M.M dan langsung diterima oleh Ketua STISIPOL Candradimuka Ibu Dr. Hj. Lishapsari Prihatini, M.Si didampingi Ketua Yayasan Seni dan Ilmu Pengetahuan Bapak H. Yudi Dewanto, S.E, pada Kamis, (14/3/2019) lalu di Hotel Novotel Bandar Lampung.



Ketua Rektor STISIPOL Candradimuka Palembang. Dr. Hj. Lihabsari Prihatini, MSi menjelaskan pada saat jumpa pers di Aula Mini Ismail Djalili ia mengatakan bahwa pendaftaran dibuka dengan dua gelombang, yaitu gelombang pertama dimulai dari sekarang hingga tanggal 3 Agustus 2019, dan gelombang dua 11 Januari 2020.


at March 24, 2019 



Jumat, 22 Maret 2019

seminar radio elshinta


Pada kesempatan kali ini penulis ingin berbagi pengalaman mengikuti seminar SEMINAR BROADCASTING : Talkshow Interaktif bersama GenPI Sumsel di Aula STISIPOL CANDRADIMUKA PALEMBANG pada Tanggal 12 Feb 2019, pukul 09:00 WIB kemarin.

Dengan narasumber Anggun Prisma (Anchor Elshinta Palembang), Sumarni Bayu Anita, S.Sos, M.A (Ketua Umum GenPI Sumsel) dan Haris Ansor (Pemenang Kategori Pembaca Berita KPID Sumsel Award 2018).
dalam seminar itu juga sebagai salah satu perayaan HUT ELSHINTA RADIO (2000-2019) dan bekerja sama langsung dengan GenPI Sumsel sebagai sarana Edukasi bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi  khususnya dan tak terlepas juga untuk umum. karena banyak juga perserta dari kalangan umum yang mengikuti seminar tersebut.

Bagi penulis seminar itu sangat seru dan sama sekali tidak membosankan, seru dan sangat menarik. Karena tak seperti seminar pada umumnya , didalam rangkaian acara tersebut terdapat lomba Baca Berita dan Vlog.
Nara sumber dari RADIO ELSHINTA disana berbagi ilmu tentang cara menjadi penyiar radio dan berbagi informasi tentang Radio ELSHINTA sebagai salah satu Radio Berita 24 Jam di Indonesia. Setelah itu Nara Sumber dari GenPI Sumsel yang pada saat itu langsung di pegang oleh Sumarni Bayu Anita, S.Sos, M.A sebagai ketua umum GenPI Semsel, berbagi cerita awal mula GenPI Sumsel dan sistem organisasi GenPI , 

Kamis, 21 Maret 2019

penelitian agenda setting


Agenda setting
Media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik. Teori Agenda

Setting didasari oleh asumsi demikian. Teori ini sendiri dicetuskan oleh Profesor Jurnalisme Maxwell McCombs dan Donald Shaw.

Menurut McCombs dan Shaw, “wejudge as importantwhatthe media judge as important.” Kita cenderung menilai sesuatu itu penting sebagaimana media massa menganggap hal tersebut penting. Jika media massa menganggap suatu isu itu penting maka kita juga akan menganggapnya penting. Sebaliknya, jika isu tersebut tidak dianggap penting oleh media massa, maka isu tersebut juga menjadi tidak penting bagi diri kita, bahkan menjadi tidak terlihat sama sekali.

Denis McQuail (2000: 426) mengutip definisi Agenda Setting sebagai “processbywhichtherelativeattentiongiventoitemsorissues in newscoverageinfulencestherank order ofpublicawarenessofissuesandattributionofsignificance. As anextension, effectsonpublicpolicymayoccur.”

WalterLipmann pernah mengutarakan pernyataan bahwa media berperan sebagai mediator antara “theworldoutsideandthepictures in ourheads”. McCombs dan Shaw juga sependapat dengan Lipmann. Menurut mereka, ada korelasi yang kuat dan signifikan antara apa-apa yang diagendakan oleh media massa dan apa-apa yang menjadi agenda publik.

Awalnya teori ini bermula dari penelitian mereka tentang pemilihan presiden di Amerika Serikat tahun 1968. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ada hubungan sebab-akibat antara isi media dengan persepsi pemilih.

McCombs dan Shaw pertama-tama melihat agenda media. Agenda media dapat terlihat dari aspek apa saja yang coba ditonjolkan oleh pemberitaan media terebut. Mereka melihat posisi pemberitaan dan panjangnya berita sebagai faktor yang ditonjolkan oleh redaksi. Untuk surat kabar, headline pada halaman depan, tiga kolom di berita halaman dalam, serta editorial, dilihat sebagai bukti yang cukup kuat bahwa hal tersebut menjadi fokus utama surat kabar tersebut. Dalam majalah, fokus utama terlihat dari bahasan utama majalah tersebut. Sementara dalam berita televisi dapat dilihat dari tayangan spot berita pertama hingga berita ketiga, dan biasanya disertai dengan sesi tanya jawab atau dialog setelah sesi pemberitaan.

Sedangkan dalam mengukur agenda publik, McCombs dan Shaw melihat dari isu apa yang didapatkan dari kampanye tersebut. Temuannya adalah, ternyata ada kesamaan antara isu yang dibicarakan atau dianggap penting oleh publik atau pemilih tadi, dengan isu yang ditonjolkan oleh pemberitaan media massa.

McCombs dan Shaw percaya bahwa fungsi agenda-setting media massa bertanggung jawab terhadap hampir semua apa-apa yang dianggap penting oleh publik. Karena apa-apa yang dianggap prioritas oleh media menjadi prioritas juga bagi publik atau masyarakat.

Akan tetapi, kritik juga dapat dilontarkan kepada teori ini, bahwa korelasi belum tentu juga kausalitas. Mungkin saja pemberitaan media massa hanyalah sebagai cerminan terhadap apa-apa yang memang sudah dianggap penting oleh masyarakat. Meskipun demikian, kritikan ini dapat dipatahkan dengan asumsi bahwa pekerja media biasanya memang lebih dahulu mengetahui suatu isu dibandingkan dengan masyarakat umum.

News doesn’tselectitself. Berita tidak bisa memilih dirinya sendiri untuk menjadi berita. Artinya ada pihak-pihak tertentu yang menentukan mana yang menjadi berita dan mana yang bukan berita. Siapakah mereka? Mereka ini yang disebut sebagai “gatekeepers.” Di dalamnya termasuk pemimpin redaksi, redaktur, editor, hingga jurnalis itu sendiri.

Dalam dunia komunikasi politik, para calon presiden biasanya memiliki tim media yang disebut dengan istilah ‘spin doctor.’ Mereka berperan dalam menciptakan isu dan mempublikasikannya melalui media massa. Mereka ini juga termasuk ke dalam ‘gatekeeper’ tadi.

Setelah tahun 1990an, banyak penelitian yang menggunakan teori agenda-setting makin menegaskan kekuatan media massa dalam mempengaruhi benak khalayaknya. Media massa mampu membuat beberapa isu menjadi lebih penting dari yang lainnya. Media mampu mempengaruhi tentang apa saja yang perlu kita pikirkan. Lebih dari itu, kini media massa juga dipercaya mampu mempengaruhi bagaimana cara kita berpikir. Para ilmuwan menyebutnya sebagai framing.

McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting, bahwa “the media may not onlytelluswhattothinkabout, theyalsomaytellushowandwhattothinkaboutit, andperhapsevenwhattodoaboutit”(McCombs, 1997).

Rabu, 20 Maret 2019

penelitian analisis wacana

Analisis wacana adalah alternatif terhadap kebuntuan-kebuntuan dalam analisis media yang selama ini lebih didominasi oleh analisis isi konvensional dengan paradigma positif atau konstruktivisnya[1]. Analisis Wacana akan memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi di belakang sebuah teks atau di belakang pilihan metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks. Sedangkan pengertian wacana sendiri adalah cara tertentu untuk membicarakan dan memahami dunia (atau aspek dunia) ini2. Analisis Wacana Kritis itu tidak lebih dari dekonstruktif membaca dan menafsirkan masalah atau teks (sambil tetap ingat bahwa teori-teori postmodern memahami setiap penafsiran realitas, karena itu, realitas itu sendiri sebagai teks. Setiap teks dikondisikan dalam suatu wacana, sehingga disebut Discourse Analysis3.

Fokus dari analisis wacana adalah setiap bentuk tertulis atau bahasa lisan, seperti percakapan atau artikel koran. Topik utama yang menjadi pokok dalam analisis wacana adalah struktur sosial yang mendasarinya, yang dapat diasumsikan atau dimainkan dalam percakapan atau teks. Ini menyangkut alat dan strategi yang dipakai orang ketika terlibat dalam komunikasi, seperti memperlambat suatu pidato untuk penekanan, penggunaan metafora, pilihan kata-kata tertentu untuk menampilkan mempengaruhi, dan sebagainya4.

Kelemahan analisis wacana

Sebagai suatu metode yang digunakan dalam meneliti masalah.

Teknik Melakukan Analisis Wacana8

Dalam pelaksanaannya, analisis wacana untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dimaklumi dalam penelitian sosial, setiap permasalahan penelitian selalu ditinjau dari perspektif teori sosial (dalam hal ini teori-teori komunikasi). Analisis wacana sebagai metode penelitian sosial tidak hanya mempersoalkan bahasa (wacana) melainkan pula dikaitkan dengan problematika sosial.

Lebih dari itu, sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga mamakai paradigma penelitian. Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya berusaha memahami makna yang teradapat dalam sebuah naskah, melainkan acapkali menggali apa yang terdapat di balik naskah menurut paradigma penelitian yang dipergunakan. 

Selasa, 19 Maret 2019

penelitian semiotika


Semiotika
Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem kerja), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan) (Jakobson, 1963, dalam Hoed, 2001:140). Semiotika signifikasi memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu. 

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di kehidupan ini, di tengah-tengah manusia dan bersama dengan manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (tosignify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (tocommunicate). Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem berstruktur dari tanda (Barthes, 1988:179) 

Istilah semiotika secara etimologis berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “ tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvesi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat mewakili sesuatu yang lain. Dan secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda ( Eco, 1979 dalam Sobur, 2001 ). 

Pengertian semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut “tanda” dengan demikian semiotika mempelajari hakekat tentang keberadaan tanda, baik itu dikonstruksikan oleh simbol dan kata-kata yang digunakan dalam konteks sosial (Sobur, 2003:87). Semiotika dipakai sebagai pendekatan untuk menganalisa suatu baik itu berupa teks gambar ataupun symbol di dalam media cetak ataupun elektronik. Dengan asumsi media itu sendiri dikomunikasikan dengan simbol dan kata. 

Interprestasi terhadap sesuatu hal yang ada dalam suatu realitas kehidupan yang didalamnya terdapat simbol – simbol atau tanda, kemudian akan di apresiasikan dan dikonstruksikan ke dalam suatu media pesan bisa berupa teks, gambar ataupun film. Dalam mempersepsikan realitas di dunia akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman seseorang, hal tersebut nantinya akan banyak menentukan hasil interprestasi terhadap suatu hal. 

Analisis semiotika modern dikembangkan oleh Ferdinand DeSaussure, ahli linguistik dari benua Eropa dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof asal benua Amerika. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi yang membagi tanda menjadi dua komponen yaitu penanda ( signifier ) yang terletak pada tingkatan ungkapan dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti huruf, kata, gambar, dan bunyi dan komponen yang lain adalah petanda (signified) yang terletak dalam tingkatan isi atau gagasan dari apa yang diungkapkan, serta sarannya bahwa hubungan kedua komponen ini adalah sewenang-wenang yang merupakan hal penting dalam perkembangan semiotik. Sedangkan bagi pierce, lebih memfokuskan diri pada tiga aspek tanda yaitu dimensi ikon, indeks dan simbol (Berger, 2000:3-4). 

Semiotika merupakan ilmu yang membahas tentang tanda. Terbentuk dari sistem tanda yang terdiri dari penanda dan petanda. Meskipun bahasa adalah bentuk yang paling mencolok dari produksi tanda manusia, diseluruh dunia sosial kita juga didasari oleh pesan-pesan visual yang sama baiknya dengan tanda linguistik, atau bahkan bersifat eksklusif visual. 

Demikian penjelasan pengertian semiotika menurut para ahli. Hal-hal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya dalam sebuah film. Kebanyakan film memberikan setting arti simbolik yang penting sekali. Dalam setiap bentuk cerita sebuah simbol adalah sesuatu yang konkret yang mewakili atau melambangkan

Minggu, 17 Maret 2019

penelitian studi kasus


Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukansernua variabel yang penting.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.



2. Jenis-jenis Studi Kasus

a. Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasi

tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni perkembangan organisasinya. Studi mi seningkunang memungkinkan untuk diselenggarakan, karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan secara minimal.

b. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul observasi peran-senta atau pelibatan (participantobservation), sedangkan fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah; (b) satu kelompok siswa; (c) kegiatan sekolah.

c. Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier, pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja, sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.

d. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.

e. Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.

f. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang belajar menggambar.



3. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus

a. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan

(purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan

menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit

sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga

dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;

b. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang

lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;

c. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;

d. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukanpenvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;

e. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehiclupan seseorang atau kelompik.



4. Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik

a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum

atau bahkan dengan kepentingan nasional.

b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan

oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu

diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat meskipun dihadang oleh

berbagai keterbatasan.

c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang

berbeda-beda.

d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja,

baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip

selektifitas.

e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi

pada pembaca.


Perhatian

Orientasi teoritik dan pemilihan pokok studi kasus dalam penelitian kualitatif bukanlah perkara yang mudah, tetapi tanpa memperdulikan kedua hal tersebut akan cukup menyulitkan bagi peneliti yang akan turun ke lapangan. Dengan memahami orientasi teoritik dan jenis studi yang akan dipilih maka setidak-tidaknya seorang peneliti telah akan mempersiapkan diri sebelum benan-benar terjun dalam kancah penelitian. Di dalam penyusunan desain penelitian kedua hal tersebut hendaknya sudah dapat ditentukan, meskipun masih bersifat sementana.

Untuk dapat mengatasi kesulitan dalam menentukan orientasi teoritik pemilihan pokok studi, terutarna dalam studi kasus, Guba dan Lincoln (1987) memberikan saran-saran sebagai berikut: Pertama, bagi peneliti pemula hendaknya banyak membaca sebanyak mungkin laporan-laporan kasus yang ada sehingga mereka dapat mempelajari bagaimana para peneliti menyusunnya. Kedua, mereka hendaknya bergabung dengan para penulis kasus yang baik untuk memahami bagaimana mereka bekerja. Ketiga, mereka harus berlatih menulis laporan kasus, dan terakhir, mereka harus meminta kritik-kritik yang positif dan para ahli.